Mengenal Konservasi Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal Desa Lencoh, Boyolali

Konservasi lingkungan berdasarkan kearifan lokal merupakan sebuah pendekatan pelestarian alam yang memanfaatkan pengetahuan, praktik, dan nilai — nilai tradisional adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pendekatan ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dengan memanfaatkan kearifan yang telah terbukti efektif selama bertahun — tahun. Masyarakat Tradisional biasanya mereka lebih mengerti dan memiliki cara tersendiri dalam menjaga dan merawat lingkungan mereka agar terus lestari. Di Desa Lencoh, sebuah desa yang terletak diantara lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, Kabupaten Boyolali merupakan desa yang kaya akan potensi, baik potensi alam hingga kebudayaan tradisi setempat.

Dalam Upaya melestarikan adat tersebut, masyarakat Desa Lencoh melaksanakan kegiatan adat berupa “merti desa” dan “merti dusun” yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya menurut hitungan bulan Jawa, pelaksanaannya dalam satu dusun dengan dusun lain berbeda, mereka memiliki kepercayaan masing — masing secara turun temurun dalam waktu pelaksanaan sesuai pendahulu nenek moyang mereka, ada yang di Sasi Ruwah, Safar, Mulud, Dll .“Merti desa” sering disebut juga bersih desa, yang memiliki makna membersihkan desa, baik secara lahir maupun batin dari kotoran, penyakit, bencana, dan hal-hal negatif lainnya, “Merti Desa” juga menjadi simbol rasa syukur masyarakat kepada Tuhan YME atas alam yang subur.Merti desa biasanya dilakukan di wilayah yang Agraris yang terdapat hasil bumi. Sebelum melaksanakan tradisi Merti Dusun, para warga masyarakat setempat membersihkan lingkungan sekitar mereka.

“Merti Dusun di Dusun Plalangan ini sendiri jatuhnya di bulan sapar, makanya disebut dengan saparan. Biasanya kita Pagi Kenduri disebut juga merti desa tersebut dilaksanakan di tempat pak RT masing — masing, dengan membawa membawa makanan berupa tumpeng dan olahan lauk pauk lain, setelah mereka makan — makan lalu pulang ke rumah masing — masing. Agak siang melanjutkan Merti Desa biasanya kita saling bertukar silahturahmi atau jadi ajang silahturahmi, kemudian Sore sampe malem ada pentas seni” Ucap Sarwono Kepala RW 1 Desa Lencoh (10/5/2024).

Ada beberapa tahapan dalam Merti Desa, durasinya bisa dalam 3–5 hari. Sebelum hari pelaksanaan mereka membersihkan lingkungan sekitar mereka, kemudian di hari kedua menjadi hari puncak mereka di mulai di pagi hari dengan kenduri membaca do’a bersama dengan bahasa Jawa, lalu dilanjut dengan makan — makan nasi tumpeng yang telah mereka buat, di siang hari mereka melakukan prosesi silaturahmi sebagai bentuk membersihkan diri secara lahir batin, mereka keliling ke rumah — rumah silaturahmi tapi dalam konteks bertanya kabar atau saling mengabari, jadi tetap berbeda dari konteks silaturahmi saat lebaran. Biasanya mereka sekedar bercengkrama, reuni, ngopi bersama, silaturahmi dilakukan terutama kepada saudara jauh yang sudah lama pulang. setelah itu di hari ketiga, silaturahmi tetap berlanjut dan hari itu menjadi puncak kegiatan yaitu adanya pagelaran kesenian dari sore hingga malam hari. Pagelaran seni ini biasanya dari kelompok kesenian dusun masing — masing, pasalnya setiap dusun memiliki kelompok kesenian sendiri — sendiri berbentuk grub tarian seperti topeng ireng, buto, jaranan, dsb. Kemudian di hari ketiga dan hari — hari selanjutnya silaturahmi terus berlangsung. Berdasarkan hasil observasi 29/4 Desa Lencoh sangat kuat dalam menyambung tali silaturahmi, hal ini dibuktikan dengan rangkaian kegiatan lebaran yaitu halal bi halal/bermaaf — maafan kegiatan suasana tersebut dapat bertahan hingga satu bulan.

Berbeda di wilayah lain Desa Lencoh ada juga yang menyebutnya Tenongan, disebut tenongan karena saat ritual berlangsung makanan mereka di taruh di sebuah tempat makanan yang dinamakan tenong. Berbeda dengan tradisi yang dilakukan di dusun Plalangan yang melaksanakan kenduren di rumah RT mereka, tenongan dilakukan di kuburan dengan membersihkan terlebih dahulu lingkungan Makam(Kuburan), kemudian mereka membaca do’a — do’a bersama lalu mereka makan bersama dengan makanan yang mereka bawa menggunakan tenong tadi. Kemudian rangkaian selanjutnya tetap sama, mereka melakukan silaturahmi ke rumah — rumah.

Dalam rangkaian kegiatan Merti Desa terdapat suatu bentuk tradisi turun — menurun dalam pengelolaan lingkungan dalam langkah pelestarian lingkungan, yang mana para warga berkontribusi didalamnya dalam menjaga kebersihan desa yaitu bersih — bersih atau biasanya disebut kerjabakti. Hal ini menjadi budaya atau kebiasaan dalam menjaga, memelihara, dan melindungi lingkungan sekitar mereka. Kerjabakti bersih -bersih dusun tersebut juga menjadi kegiatan rutin oleh para ibu — ibu di dusun Plalangan disetiap Jum’at pagi.

Kearifan lokal yang berkaitan dengan konservasi lingkungan dan sumber daya alam diantaranya karena letak geografis Desa Lencoh berada di dataran tinggi, mengakibatkan mayoritas sumber ekonomi masyarakat bergantung pada sektor pertanian. Mereka menerapkan sistem tanam Tumpang Sari, yaitu pada suatu lahan ditanami lebih dari satu tanaman seperti menanam wortel kemudian di pinggirnya di tanami Tembakau, ada juga yang menanam sawi, brokoli, dan daun bawang dalam satu lahan.

“Kalau kita misal nanem sayur itu misal wortel, itu ada kan jalur untuk kita lewat nah itu kadang di kita ada yang ditanami sawi, terus kalo musim tembakau ya udah mulai ditanam tembakau, itu supaya ketika tanaman udah mau panen misal sawi habis panen kita juga bisa panen wortel. Jadi dua-duanya bisa panen semua atau semisal salah satu tanaman gagal panen kita masih bisa panen yang lain.” Ucap Yuli salah satu petani Desa Lencoh (5/6/2024).

Selain sistem tanam tumpangsari sebagai bentuk pelestarian keanekaragaman Sumber Daya Alam serta mengurangi aliran air permukaan, sistem tanam Tumpang sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan para petani dalam menekan risiko kerugian karena terbagi pada setiap tanaman.

Karena desa ini juga berdampingan dengan wilayah lindung, Masyarakat Desa Lencoh dengan pengelola Hutan Nasional sepakat terkait Batas Wilayah, yang mana masyarakat dilarang untuk menebangi dan mengambil pohon di hutan, diperbolehkan mengambil jika kayu pohon tersebut sudah mati. Secara tidak langsung para masyarakat ikut serta dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

Upaya masyarakat Desa Lencoh dalam menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan mereka agar dapat terus menggunakan kebermanfaatan lingkungan dan sumber daya yang ada, itu semua berangkat dari kesadaran masyarakat setempat. Konservasi lingkungan berbasis kearifan lokal yang ada di Desa Lencoh berisikan pengetahuan dan praktik tradisional dari masyarakat lokal dalam upaya pelestarian lingkungan. Pendekatan ini mengakui bahwa masyarakat yang tinggal di suatu wilayah memiliki pengetahuan yang berharga tentang ekosistem lokal dan cara terbaik untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan demikian, masyarakat Desa Lencoh selain dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka juga telah andil dalam program konservasi lingkungan dengan kearifan lokal yang ada dengan menjaga lingkungan mereka serta melestarikan keanekaragaman hayati disekitar mereka untuk keseimbangan ekologi.

Scroll to Top